Biarlah orang mengenangku hanya sebagai Gajah Mada yang tanpa asal-usul, tak diketahui siapa orang tuanya, tak diketahui di mana kuburnya, dan tak diketahui anak turunnya. Biarlah Gajah Mada hilang lenyap, moksa tidak diketahui jejak telapak kakinya, murca berubah bentuk menjadi udara
Namanya terdengar asing ditelinga kita, namun tidak bagi yang sudah membaca buku karya Langit Krisna Hariayadi dalam subjudul yang sama, Madakaripura sudah sangat melekat.
Tulisan ini tidak untuk mengupas buku itu, tapi datang menapak tilas jejak situs yang ditulis dalam buku Gajahmada - Madakaripura itu. layaknya Shangrila yg baru terkuak dari diperut bumi, madakaripura tidak saja indah, namun dapat menghempaskan kesombongan kita dihapan cipataan NYA. Sedikit bernuansa wingit sudah kita rasakan sejak kita menginjakan kaki di jalan setapak yg harus kita treking untuk mencapai air terjun.
Saya dengar dari penuturan guide touris Perancis saat ngobrol diwarung desa Cemoro lawang Bromo. Cobalah menempuh jalan berbeda dari keberangkatan menuju Bromo apabila pulang nanti, begitu saran guide berpenglaman itu pada kami. Terdapat air terjun dengan penampilan yang agung, ditengah lembah dan rimba yg masih asli karena belum banyak terjamah manusia.
Seperti halnya melempar sepotong tenderloin setengah mateng yang freshly ke tengah sungai amazon yg dipenuhi Piranha, maka obrolan iseng itu pun kami sambar tanpa mencerna.
Air terjun Madakaripura terletak di Desa Lumbang, Kab.Probolinggo, 12km sebelah barat dari kaki Gunung Bromo. Kalau dari Surabaya, perjalanan darat hanya ditempuh sekitar 1,5 sampai 2 jam ke arah Probolinggo. Setelah melewati Jalan Raya Pasuruan-Probolinggo, memasuki daerah Tongas, kurang lebih 2 km setelah RM.Rawon Nguling yg kesohor itu, terdapat pertigaan menuju Bromo via Lumbang. Jarak tempuh dari jalan besar sekitar 8 -10 km, dengan jalanan beraspal yang berkelok-kelok dan pemandangan khas pedesaan yg asri, diseling pemandangan persawahan dan peternakan lebah madu disepanjang jalan. Jadi situs ini, masih daerah sekitar Tengger walaupun tidak termasuk didalamnya.
Menurut legenda, Air terjun Madakaripura adalah tempat Gajah Mada bertapa. Entah karena Gajah Mada biasa bersemedi di sini, lantas masyarakat menganggap air terjun ini suci dan berkhasiat. Sehingga banyak orang memburu air terjun ini, dan mengambilnya pada malam hari untuk diminum sebagai penyembuh.
Hmmmm…. entahlah
Aku sendiri berkeyakinan bahwa semua air terjun punya khasiat, terutama untuk membuat awet muda...he..he..he.. logikanya air terjun tentu mengandung multi mineral yg belum tercemarkan dan tidak dimiliki air yang kita minum dlm keseharian. Karenanya, wajib bagiku meminum setiap air terjun yang Aku kunjungi ( terkecuali air terjun Lempake, Samarinda).
Melewati entrance gate Madakaripura yang ditandai patung sang mahapatih itu, belum-belum kami sudah disuguhi oleh pemandangan fantastic lembah-lembah di sekitarnya . Ditemani penduduk setempat (guide), dalam trekking sulit bagiku menggeser pandangan mata dari tebing tebing bercadas dan lembah yang sebagian diselimuti kabut tebal dan sebagian lainnya diterpa matahari pagi. Lembah dan cadas cadas itu merefresh memory photoshop otak kecilku untuk membayangkan situs2 fantastis dalam film Lord of The Ring.
Sepanjang sejarah, Sang Maha Patih menempuh perjalan ratusan km dari centra pemerintahan Majapahit dengan berkuda untuk menyaksikan pemandangan ini sekaligus bersemedi. Cahaya fajar dan sinar lembayaung disitus ini akan memantulkan silhoute yg fantastic membentuk jelmaan hal yg misteri. Dalam pemikiran orang orang Mojopahit dulu, cahaya pertama di pagi hari dan cahaya terakhir disore hari disuatu tempat TERPILIH mempunyai kekuatan besar yang Visioner serta menyembuhkan. Didepan kami kearah lembah dan air terjun yang muncrat dari celah celah batu cadas itu, bermandikan bayangan berlapis lapis yang berganti ganti. Semua memberikan suatu yg kontras penuh misteri terhadap tebing tebing tinggi dalam terpaan sinar matahari pagi, yang tampak seperti berpijar dan berpendar pendar dari dalam bumi. Pemandangan yang membangkitkan perasaan surealistis, dan terinspirasi olehnya untuk pertama kali kusadari mengapa wawasan orang orang dulu selalu bervisi spiritual.
Tanah ini, dengan cahayanya saja, tanpa bisa ditawar tawar, membimbing kita kearah suatu kesadaran yg penuh. Aku sungguh berasa dipermuda dan boleh dikata tenang tenteram. Disini, seolah energy kita meningkat mencapai tataran yg lebih dari yg kita alami, dikepenatan dan runtinitas sebelumnya. Setiap bentuk , dari tanaman dan pepohonan hijau yg subur serta bias air yg menerpa cadas semuanya tampak seperti bersinar dari dalam. Kita seolah olah berada di dalam Science – Fiction.
Setelah trekking sekitar 1 km menyusuri pinggiran sungai dan sesekali menyebranginya, akhirnya kita tiba pada air terjun pertama. Sangat Indah dengan semburat air yg dingin.
Air terjun Madakaripura masih jauh di dalam. Masih perlu sepenanakan nasi untuk treking mencapainya. Akhirnya sampai kita pada momen yang mencengangkan, sebuah ekstase dari arsitektur alam yang megah, bernuansa surialisme….fantastic
Air terjun Madakaripura masih jauh di dalam. Masih perlu sepenanakan nasi untuk treking mencapainya. Akhirnya sampai kita pada momen yang mencengangkan, sebuah ekstase dari arsitektur alam yang megah, bernuansa surialisme….fantastic
Pemandangan yang sangat dramatis dengan beberapa buah air terjun dari sumber yg berbeda, membentuk posisi hampir melingkar dengan aliran deras tercurah menuju satu kolam dibawahnya, dilingkupi oleh tebing bebatuan cadas sehingga seperti membentuk sebuah tabung raksasa dengan butiran embun yang berterbangan mengisi seluruh isinya. Air terjun yang tidak mengalir dari satu titik aliran seperti lazimnya air terjun yg kita kenal, namun dari beberepa k titik celah batu cadas sehingga membentuk tirai air dibawahnya.
Menurut guide air terjun yg berada didalam lebih spektakuler, dan itulah tempat Gajahmada semedi. Begitu pula dengan airnya yang bisa digunakan untuk ”membersihkan diri” - melindungi kita dari hal-hal negatif. Untuk mencapai lokasi itu kita butuh sedikit perjuangan dengan menaiki dan melewati batu cadas. Dan satu lagi NYALI
Namun untuk yg satu ini Aku menyerah, suasana dan auranya sangat berbeda..Selamat tinggal Madakaripura, pasti, aku kembali disini, dilain waktu dan kesempatan.