From: Isnandar
Date: Mon, Feb 4, 2008 2:44 PM
Subject: Traveling ‑ TeNGGeR
M |
eLESeT, dari rencana semula.
Setelah Kawah ijen sedianya akan kami lanjut marathon ke kawasan Taman Nasional Bromo‑TeNGGeR‑SeMeRU (BTS), ternyata tidak. Endurance kami ngedrop, rasanya pisik amat sangat butuh recovery.
Dua hari kemudian traveling ke BTS kami lanjut melalui jalur normal wisata.
Dari Sby ada 2 (dua) jalur normal wisata yg bisa dipilih, adapun jalur para pecinta alam dan adventure sudah pernah saya tulis sebelumnya.
Jalur normal wisata :
C |
1.Sby ‑‑>Pasusuruan ‑‑>Tongas ‑‑> Lumbang ‑‑> Sukapura ‑‑> Ngadisari ‑‑> Cemoro Lawang.
2.Sby ‑‑> Probolinggo ‑‑> Sukapura ‑‑> Ngadisari ‑‑> Cemoro Lawang.
emoro lawang, merupakan desa terakhir yg bisa dicapai dg kendaraan pribadi /umum, untuk selanjutnya wisata bisa diteruskan dg sewaan Jeep, Kuda, Sepeda MTB atau hiking.
Kami kombinasi 2 jalur normal wisata tsb diatas, berangkat lewat jalur 2 dan pulangnya lewat jalur 1, kondisi jalan terkini sampai ke Cemoro Lawang aspalnya mulus, aman dan asyik dilewati termasuk bagi anda yg baru pertamakali ke Bromo. Walaupun tetap akan melewati tanjakan terjal selepas Ngadisari, rambu rambu jalan dan petunjuk penggunaan gigi prosneling cukup jelas disetiap zona yg dianggap kritikal.
Namun demikian, tetap yakinkan kondisi kendaraan anda prima, tidak akan mbrebet diajak tanjakan dengan durasi yang panjang. Sebetulnya Bromo lebih indah dikunjungi pada bulan kemarau. Namun, seperti tertulis didepan kali ini kami jadwal Desember sampai January karena ingin mendapatkan nuansa kabut serta atraksi cuaca yg silih berganti di situs TeNGGeR.
Misi tRaVeLING kami adalah menembus kaldera TeNGGER (kawah besar) dari Cemoro Lawang, kearah selatan melewati G.Batok, Bromo, G.Widodaren, G.Watangan untuk mencapai Ranupani dan Ranukumbolo dilereng Semeru (pada Maps tergambar dg garis potong potong) dalam nuansa kabut dan atraksi perubahan cuaca yg ekstrem, selain juga ingin lebih dekat dg budaya Tengger dalam kesehariannya.
BUDAYATeNGGeR
Bromo dan Tengger adalah dua nama yang identik sama, terletak dalam situs yang menyatu (sama).
Berkunjung ke Bromo, kita akan berwisata dengan panorama alamnya yg eksotic.
Namun ke Tengger kita sekaligus berwisata dengan budayanya yang masih asli.
WoNG TeNGGeR, nampak selalu tampil menggunakan sarung dan memakai kupluk di kepala.
Berpipi dan rambut kemerahan seperti menggunakan blas‑on. Orangnya ramah dan bersahaja.
Sebagian besar berprofesi petani dan bercocok tanam didaerah sekitar Gunung Bromo.
Mereka dikenal sebagai warga asli daerah Bromo yang disebut Masyarakat Tengger.
MeNGuNJuNGI Tengger khususnya Bromo adalah merupakan sebuah bERKaH.
Daerah ini memberikan banyak energi positif yang membuat hampir semua yang datang berkunjung menjadi lebih arif dalam memandang hidup.
Panorama alam yang indah, masyarakat yang agraris serta ramah, merupakan
bonus bila berkunjung kesini. Selain itu kehidupan bersahaja dan sederhana
dari suku Tengger bisa menjadi pelajaran moral tak ternilai ditengah kehidupan kota yang semakin materialistis.
TaNaH PaRDIKaN mAJAPAHIT
Hampir sebagian Taman Nasional BTS termasuk Semeru berasal dari suku Tengger.
Asal usul Suku Tengger sendiri terkait oleh cerita masyarakat sekitar yang menceritakan kisah Roro Anteng dan Joko Seger. Kisah antara Roro Anteng dan Joko Seger inilah yang pada akhirnya melatarbelakangi perayaan KASADA.
Upacara yang dilakukan oleh masyarakat Tengger ini dilaksanakan setiap bulan Kasada, bulan keduabelas dlm penanggalan Jawa Tengger dan pada hari ke‑14 (saat bulan Purnama)
Menurut ceritera, asal muasal sebutan masyarakat Tengger terjadi beberapa abad yang lalu.
Pada masa pemerintahan Dinasti Brawijaya dari Kerajaan Majapahit. Seorang anak perempuan salah satu keturunan Brawijaya yang bernama Roro Anteng, setelah menjelang dewasa sang putri mendapat pasangan seorang pemuda dari kasta Brahmana bernama Joko Seger.
Pada saat Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran dan bersamaan mulai menyebarnya agama Islam di Jawa, beberapa punggawa kerajaan dg kerabat yg sepaham memutuskan untuk pindah ke wilayah timur, menuju kawasan Pegunungan Bromo‑Tengger‑Semeru termasuk pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger.
Pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger membangun pemukiman dan kemudian memerintah di kawasan Tengger dengan sebutan Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger.
Ditemukannya prasasti Tengger bertahun 851 Saka (929 masehi), diperkuat dengan Prasasti Penanjakan bertahun 1324 Saka (1402 Masehi), semakin memperjelas akan hal itu semua.
Oleh karenanya, kawasan Tengger adalah tanah perdikan istimewa yang dibebaskan dari pembayaran pajak dan upeti oleh pusat pemerintahan Majapahit.
Sekitar 41 desa yang tersebar di pegunungan Tengger, masyarakatnya taat beribadat dan menjalankan adat istiadat seperti yang nenek moyang mereka lakukan.
Karena sesanti Titi Luri yang mereka pegang teguh, maka setiap upacara dilakukan tanpa perubahan, persis seperti yang dilaksanakan oleh para leluhurnya berabad‑abad yang lalu.
TITILURI yang berarti mengikuti jejak para leluhur atau meneruskan agama ,kepercayaan, dan adat istiadat nenek moyang secara turun temurun.
KUKUH dalam mempertahankan adat istiadat selama berabad‑abad, tanpa terpengaruh guncangan perubahan zaman. Masyarakatnya yg jujur, patuh dan rajin bekerja mencerminkan budaya dan peradaban yg diwarisi dari NeNeK MoYaNGnya sudah tinggi pada jamanya.
Mereka hidup sederhana dan damai, nyaris tanpa adanya intrik dan kekacauan.
Suka bergotong royong serta didukung oleh sikap toleransi yang tinggi.
Percaya dengan roh halus, benda‑benda yang dituakan, tempat‑tempat keramat serta berbagai mitos.
Masyarakat Tengger sarat dengan acara ritual yang selalu dikaitkan dengan upacara keagamaan maupun upacara adat.
From: Isnandar
Date: Mon, Feb 11, 2008 11:15 AM
Subject: TRAVELING ‑ TeNGGeR * 2 *
CRATeR In thE CRATeR
Daya tarik utama *TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU* adalah gejala alamnya yang unik dan fantastic serta dapat didekati dengan mudah.
Kaldera Tengger (kawah besar) dengan 5 (lima) gunung yang masih aktif berada didalamnya : G.Penanjakan, G.Bromo, G.Batok,G.Widodaren, G.Watangan dilatar belakang Semeru yg menjulang tinggi merupakan galeri panorama alam tiada duanya, termasuk kisah geologi terbentuknya gunung‑2 tersebut.
Desa terdekat dengan Kaldera Tengger adalah Cemoro Lawang (+/‑ 65 Km dari Probolinggo), dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum / pribadi.
Indonesia seharusnya lebih bisa memiliki BTS, dengan begitu seharusnya pula, lebih mampu ngopeni (menjaga, merawat dan membesarkan) sehingga BTS akan lebih mendunia. Nyatanya tidak.
Selain, sekadar menetapkan sebagai kawasan *TaMaN NASiONAL* tidak lebih.
bROMO menjulang tinggi ke empat penjuru dunia dengan citranya sendiri.
Jujur mengatakan, siapapun yang pernah datang kesini niscaya akan mengatakan fantastic. Dibanding Bali seharusnya Bromo TeNGGeR SeMERU punya nilai lebih, bahkan di tanah air sendiri BTS masih terkesan kurang membumi.
Tidak sedikit yang lebih mengenal dan terhasut " Visit Malaysia " dengan Genting High Land sbg primadona, yg menurut saya tidak akan bisa disejajarkan BTS dari sisi panorama alamnya.
Pada saat "Visit Malysia" sudah menerapkan metoda marketing modern dan membentuk Network dengan merangkul Air Asia bahkan F1, BTS masih berkembang secara tardisional dari ceritera orang per orang atau hanya berkembang mengandalkan fasilitas Blogger komunitas Pecinta Alam atau Komunitas Photographic yg pernah berkunjung ke BTS.
Namun demikian, pertukaran informasi informal semacam ini, punya andil positif untuk memperkenalkan BTS agar lebih membumi.
Bagi penghobis dan club photoghrapic, situs TeNGGeR adalah object yg tiada habisnya untuk diekploitasi citranya.
Beberapa teman yg pernah ke Bromo, seperti halnya Satriawan ICS mengirimi saya hasil jepretan "landscape BTS" yg memang fantastic.
Begitu pula, Archiaston adalah salah seorang yang rajin menelusuri BTS untuk mendapatkan spot spot yg dianggap view stragtegis di BTS sbg konsumsi kameranya.
Namun demikian tetap belum mampu menterjenmahkan citra bROMO‑TeNGGeR‑SeMeRU kecuali datang menyaksikan dg sepasang mata dan hati.
Saya sendiri disamping tidak punya skill untuk itu, lebih berkonsentrasi menikmati suatu situs yg masih asli seperti TeNGGeR dengan RaSa, dengan NaLURI dan CiNTa.
Itu semua yang mendasari saya tidak pernah gamang untuk datang ke suatu situs terpencil yg disakralkan sekalipun.
dARI, Cemorolawang apabila ingin turun dan menyusuri lautan pasir caldera Tengger dapat menggunakan kuda, jeep, trail atau jalan kaki bahkan rental sepeda MTB juga ada. Fasilitas yang tersedia di Cemoro Lawang relatif lengkap.
Sederet penginapan (hotel, homestay, dll) tersebar mulai desa Wonosari.
Namun HOTeL LaVa VIeW paling ideal untuk ditinggali, karena halaman depan hotel langsung berhadapan dengan caldera / kawah besar TeNGGeR dg 5 gunung ditengahnya.
Puncak Bromo adalah salah satu kawah yg masih aktif, adapun kawah Bromo sendiri ada didalam kawah besar Tengger.
Inilah rupanya keunikan situs TeNGGeR, adanya kawah di tengah kawah (crater in the crater)
Saya bahkan pernah datang kesini, pada saat berita hiruk pikuk atas peningkatan aktivitas G.Bromo dan Semeru yg menghebohkan para pecinta alam dan wisatawan, terutama turis‑turis yang akan menikmati keindahan situs TeNGGeR.
Bahkan tidak sedikit yang membatalkan kunjungannya untuk menghadiri peringatan Kasada.
Meningkatnya aktivitas Gunung Bromo nampaknya tidak berpengaruh pada kepercayaan masyarakat Tengger.
Walau diberitakan Gunung Bromo dan Semeru sedang bergolak, namun masyarakat Tengger tetap menjalankan ritual Kasada di Poten dan bibir kawah Bromo dengan khidmatnya. Ada perasaan yang begitu kuat untuk terikat antara masyarakat Tengger dengan Gunung Bromo.
Justru melalui ritual Kasada inilah puncak dari seluruh pembaktian dan penghormatan masyarakat Tengger terhadap Tuhan, alam, dan leluhurnya sedang dilakukan. Wong Tengger tidak mengenal kata pemutus antara mereka dengan Bromo.
Ajaran Kasada menyatakan bahwa Ki Kusuma (salah seorang turunan Rr.Anteng) sesepuh mereka (dalam mitologi Kasada) melakukan pengorbanan diri untuk menjaga keseimbangan ekosistem alam yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Tengger, oleh karena masyarakat TeNGGeR berbasis agraris.
Hingga kini, Bromo adalah situs penting tempat masyarakat tengger dari empat penjuru, utamanya pada Bulan Kasada. Semuanya terintegrasi pada Gunung Bromo, bahkan sampai meninggal sekalipun harus tetap menghadap Gunung Bromo.
Lari atas kenyataan yang terjadi di Bromo bagi masyarakat Tengger adalah sebuah naif yg tidak lazim.
Sama halnya mereka hendak memalingkan diri dari leluhur mereka. Padahal seluruh konsep dasar dari tradisi dan ajaran yang dikembangkan oleh masyarakat Tengger adalah memberikan penghormatan atas leluhur mereka yang bersemayam dikawasan Bromo, Tengger dan Semeru
Hal demikian tercermin tidak hanya dalam bentuk‑bentuk persembahan (sesaji) berupa hasil pertanian, akan tetapi penghormatan itu dipujakan berbentuk Mantra pembuka dalam pemanjatan.
" Hong ulun bapa kuasa ibu pertiwi " adalah sepenggal kalimat mantra yang menjadi basis kebudayaan Tengger.
Kalimat itu mengandaikan betapa pentingnya hubungan antara wong Tengger yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Melalui Gunung Bromo‑lah mereka senantiasa merasa dapat berhubungan terus dengan leluhur mereka.
Masyarakat TeNGGeR tahu benar tentang kemungkinan ancaman gunung berapi.
Justru melalui ritual‑ritual yang sedang mereka jalani selama ini mereka hendak MeRINCI dengan TeLIK SaNDI gelagat alam, sedemikian rupa.
Sayangnya, kearifan dalam memandang fenomena alam ini harus kalah dengan hitungan matematis model para ahli vulkanologi, geologi maupun geofisika.
Apalagi jika asumsi‑asumsi matematis Para Technokrat tsb. bersekutu dengan media massa yg memang butuh berita sebagai konsumsi komersial. Maka tak mengherankan jika asumsi dan opini yang dibangun karenanya mampu membius dan jadi konsumsi dan berpengaruh pada public.
Kita memang patut memberikan apresiasi kepada para teknokrat gunung itu atas EarlyWaRNING yang mereka keluarkan mengenai aktivitas Gunung Bromo Semeru, namun pertimbangan kultural dan antropologi untuk kemaslahatan orang Tengger utamanya dengan sepinya turis juga patut kita perhitungkan.
Bukankah "kalau" masyarakat Tengger tidak memiliki kemampuan TELIK‑SANDI atas aktivitas Bromo, mereka telah sirna sedari dulu ditelan amukan alam dari dua gunung aktif : Bromo dan Semeru.
HaRI PeRTaMa
SeSuAI rencana kami bisa memasuki desa Cemoro Lawang, hari belum terlalu siang.
Langsung menuju target yaitu Lava View, dengan begitu siang itu saya bisa leluasa menjelajah desa desa sekitar untuk lebih jauh mengenal masyarakat TeNGGeR, masuk ladang ladang mereka yg dominan ditanami kentang, bawang serta gobis.
Di ladang hortikultura ini, kita boleh melihat proses budidaya tanaman yang dikembangkan masyarakat setempat serta menikmati hasil pertanian langsung dari ladang.
Kemampuan dan ketrampilan mereka dalam bertani di lahan dengan kuntur kemiringan hampir 90 drajat juga merupakan panorama yang menarik.
WaRUNG itu berdinding bambu, lahan disekitarnya penuh tanaman bawang dan gobis.
Dari atapnya terlihat asap membumbung dan banyak orang keluar masuk pertanda laris, dengan pintu depan tertutup untuk menahan hawa dingin menerobos masuk.
Saya nyelonong ikutan masuk, ternyata didalam ada 2 (dua) tungku perapian sekaligus lengkap dg kayu bakarnya serta dikelilingi para tamunya, kebanyakan penduduk asli lagi asyik minum kopi. Tangan mereka sibuk membakar kentang yang disunduk semacam sujen bambu dengan cara langsung dicolok ke dalam bara tungku.
Tanpa ragu saya nge‑groove untuk join dg mereka, tidak terlalu lama untuk bisa akrab dan berkomunikasi.
Kentang panas itu hanya sekejapan mata sudah bisa dikunyah, woow seru rasanya. Ngobrol dg masyarakat Tengger acap kali membuat saya tertegun. Dari mereka saya banyak tahu tentang budaya TeNGGeR, dan memang ini tujuan utama saya kesini selain tentunya Panorama Bromo TeNGGeR SeMeRU kesohor.
Puas ngobrol saya lanjut menjelajah dg berkuda sekitar Caldera, Segoro Wedi Lor sampai daerah PaSIR BeRBiSiK dan Hindus Temple (Pura). Ini merupakan sebagian lokasi Caldera Tengger atau kawah besar sisi utara.
Menjelang sore saya temukan sewaan Jeep, dan sepakat dengan harga terbaik, round trip untuk kami gunakan besok pagi jam 04.00 agar bisa menyongsong sunrise di G.PeNANJAKaN.
NeXT ON : TeST ADReNALIN Di G.PeNANJAKaN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar